Categories
Journalism

‘Perjuangan!’: Sebuah Wawancara dengan Karl Marx pada 1880

Pada Agustus 1880, John Swinton, seorang jurnalis Amerika yang berpengaruh dengan pandangan progresifnya, sedang dalam perjalanan ke Eropa.

Ketika berada di sana, ia mengunjungi Ramsgate, sebuah kota kecil di pesisir Kent, yang terletak beberapa kilometer dari ujung tenggara Inggris. Perjalanan ini dibuat dengan tujuan melakukan sebuah wawancara untuk The Sun – surat kabar yang dia edit, yang pada saat itu adalah salah satu yang paling luas dibaca di Amerika Serikat. Pria yang akan diwawancara Swinton adalah figur yang telah menjadi salah satu perwakilan utama gerakan buruh internasional: Karl Marx.

Meskipun lahir di Jerman, Marx hidup tanpa kewarganegaraan (stateless), setelah diusir oleh pemerintah Prancis, Belgia dan Prusia ketika mereka meringkus gerakan-gerakan revolusioner yang muncul di negara mereka antara tahun 1848 dan 1849. Ketika Marx mengajukan permohonan naturalisasi di Inggris pada 1874, permintaannya ditolak karena laporan Scotland Yard (polisi Inggris) yang menyebutkan bahwa ia adalah ‘agitator Jerman yang terkenal dan pendukung prinsip-prinsip komunis’, yang ‘tidak loyal kepada Raja dan negaranya sendiri’.

Selama lebih dari satu dekade, Marx menjadi koresponden koran New York Tribune; pada tahun 1867 ia menerbitkan kritik besar terhadap corak produksi kapitalis yang berjudul Capital, dan selama delapan tahun, dimulai pada tahun 1864, ia menjadi tokoh panduan Asosiasi Pekerja Internasional. Pada tahun 1871, namanya ditampilkan di halaman-halaman surat kabar Eropa yang paling banyak dibaca, setelah membela Komune Paris dalam bukunya The Civil War in France. Pers reaksioner kemudian membaptisnya dengan julukan ‘red terror doctor’’.

Pada Musim Panas 1880, Marx berada di Ramsgate bersama keluarganya, di bawah perintah dokter untuk ‘menahan diri dari pekerjaan apa pun’ dan ‘untuk memulihkan sistem saraf(nya) dengan tidak melakukan aktivitas apapun’. Kesehatan istrinya lebih buruk lagi. Jenny von Westphalen menderita kanker dan kondisinya tiba-tiba memburuk hingga tingkat yang mengancam keselamatan jiwanya’. Inilah situasi di mana Swinton, yang telah menjadi pemimpin redaksi di New York Times sepanjang tahun 1860-an, mengenal Marx dan menulis gambaran yang simpatik, intens, dan akurat tentangnya.

Pada level personal, Swinton menggambarkan Marx sebagai ‘pria berkepala besar, murah hati, sopan, dan ramah di usia 60-an, dengan rambut lebat panjang keabu-abuan yang menyenangkan’, yang tahu ‘tidak kalah halus dari Victor Hugo (…) tentang seni menjadi seorang kakek’. Percakapannya, “sangat bebas, sangat luas, sangat kreatif, sangat tajam, sangat otentik”, mengingatkan Swinton pada Socrates “dengan sentuhan sinisnya, jejak-jejak humor, dan energi kegembiraan yang penuh antusiasme”. Dia juga mencatat ‘seorang pria yang tidak berhasrat untuk tampil atau tenar, tidak peduli dengan hiruk pikuk kehidupan atau klaim kekuasaan’.

Namun, ini bukan Marx yang akan digambarkan Swinton pada para pembacanya. Wawancara yang muncul di halaman depan The Sun, pada  6 September 1880, terutama menghadirkan wajah publik Marx: ‘salah satu pria paling hebat saat itu, yang telah memainkan bagian yang sukar dipahami tetapi sangat berpengaruh dalam politik revolusioner selama empat puluh tahun berselang’. Inilah kata Swinton tentang Marx:

[Dia] tanpa terburu-buru dan tanpa jeda, adalah seorang lelaki dengan pikiran yang kuat, luas, dan terangkat, penuh dengan proyek-proyek yang berjangkauan luas, metode-metode logis, dan tujuan-tujuan praktis, ia telah berdiri dan tetap berdiri dalam banyaknya gempa bumi politik yang telah mengguncang bangsa-bangsa dan menghancurkan takhta-takhta, dan kini tengah mengancam dan menakutkan para pimpinan kerajaan dan penipu-penipu mapan, dibandingkan dengan laki-laki mana pun di Eropa.
Diskusi dengan Marx meyakinkan jurnalis New York itu bahwa dia mendapati dirinya di hadapan seorang pria yang ‘terlibat sangat dalam di masanya’, yang tangannya menjulur ‘dari Neva ke Seine, dari Ural ke Pyrenees, sedang bekerja mempersiapkan jalan bagi […] munculnya ‘era baru’. Swinton sangat terkesan dengan Marx karena kemampuannya dalam “menganalisa dunia Eropa, negara demi negara, menunjukkan ciri-ciri dan perkembangannya serta tokoh-tokoh di permukaan dan di bawah permukaan.” Marx kemudian berbicara

tentang kekuatan-kekuatan politik dan gerakan rakyat dari berbagai negara di Eropa – luasnya arus semangat Rusia, pergerakan pemikiran Jerman, aksi Prancis, dan ketidakmampuan bergeraknya Inggris. Dia berbicara dengan penuh harap tentang Rusia, secara filosofis tentang Jerman, dengan keriangan tentang Prancis, dan dengan kesedihan tentang Inggris – merujuk dengan hina kepada ‘reformasi atomistik’ di mana kaum Liberal di  Parlemen Inggris menghabiskan waktu mereka.
Swinton juga terkejut dengan pengetahuan Marx tentang Amerika Serikat. Dia adalah seorang pengamat yang penuh perhatian dan “komentarnya tentang beberapa kekuatan formatif dan substantif tentang kehidupan Amerika penuh dengan ekspresi dan bernada saran”.

Hari itu berlalu dalam serangkaian diskusi yang hidup. Pada sore hari, Marx mengusulkan ‘jalan-jalan di sepanjang pantai’ untuk bertemu keluarganya, yang digambarkan Swinton sebagai ‘orang-orang yang menyenangkan – sekitar sepuluh orang’. Ketika malam tiba, menantu Marx, Charles Longuet (1839-1903) dan Paul Lafargue (1842-1911) terus menemani kedua pria itu; mereka berbicara ‘tentang dunia, tentang manusia, tentang waktu, dan tentang ide-ide, seiring dengan gelas-gelas kami yang bergemerincing di atas deru lautan.’ Pada satu dari momen-momen tersebut, pada sebuah momen yang hening, sang jurnalis Amerika, ‘atas renungan tentang perbincangan dan kerangka usia dan jaman’, larut dalam arus kedalaman ‘pembicaraan hari itu dan fragmen-fragmen sore saat itu’, mengajukan sebuah pertanyaan kritis kepada sang revolusioner dan filsuf yang ada di hadapannya tentang  ‘Apa sebetulnya hukum hidup itu?’

Swinton merasa bahwa pikiran Marx ‘terbalik ke dalam sesaat sembari memandangi laut yang menderu di depannya dan orang-orang yang hilir mudik tanpa jeda di pantai’. Akhirnya, Marx, dengan nada yang dalam dan khidmat, menjawab: ‘Perjuangan!

Categories
Reviews

Salvatore Cannavò, Il Fatto Quotidiano

L’attualità del “Moro”, nonostante i sovranismi

È incredibile quanto interesse per Karl Marx ci sia proprio nel momento in cui la sinistra è messa male.

Almeno in Europa. Come anche il libro recensito in pagina ammette, Marx effettivamente capì in profondità il meccanismo dell’economia capitalistica, la fonte essenziale della produzione di profitto e, quindi, l’impossibile, o difficile a seconda delle gradazioni […]

Categories
Reviews

Jun Shiota, Seikatsu Keizai Seisaku

さて、本書をどのように捉えるべきだろうか。

最新の研究に裏打ちされた文献学の研究書か、あるいは「人間マルクス」を描き出す人物伝か、はたまた社会運動や労働運動に従事する者たちを鼓舞する運動書か。どれかひとつに絞ることは難しい。本書にはこれらすべての要素が織り込まれているのだ。
とはいえ、著述方法のみ見れば本書はマルクスの青年期からその最後の瞬間までを追う伝記といえる。注目すべきは、本書がマルクスの晩年の経験と思想的飛躍をより詳細に描きだしている点である。それを可能にしたのは、マルクス=エンゲルスの著作、草稿、書簡、メモに至るまでを掘り起こし分析するMEGA (Marx-Engels-Gesamtausgabe)研究の進展であろう。
弾圧と貧困、左翼内での対立や誤解、そして再発する重病の中、それでもマルクスは世界中の活動家、ジャーナリスト、思想家と絶え間なく交流し、自らの思想を更新し続けた。例えば、ロシア、ナロードニキ運動の活動家との往復書簡において、マルクスは共産制社会への道筋がただひとつではなく、多様な軌道を描く可能性をはっきりと示し、教条主義的で図式的なマルクス受容を徹底的に峻拒する姿勢を示した。さらには、最晩年のアルジェリアへの旅 (最初で最後のヨーロッパ外への旅)の中で、彼は「〈ムスリム社会における〉国家の存在感のなさ」を実感し、植民地主義への批判的思考を深めたのであった。
哲学者、経済学者、政治運動家、あるいは病人、父や祖父としてのマルクスを、その多面性を失わず、それでいてそれらを一つの線で結ぶようにして描く点に本書のおもしろさはある。『ヘーゲル国法論』 から「経済学批判要綱』、『資本論』にいたるまで、彼は徹底して学者としての立場を貫いた一方で、インターナショナルの創立と解散に決定的な役割を果たした重要な活動家でもあった。労働者の置かれた現実に依拠して未来の共産主義社会とそれに向けた道筋を描き出す彼の理論と思想は、プルードンやバクーニンらと真っ向から対立し、マルクスは彼らに対して烈火のごとく批判を浴びせ続けた。だが、これも彼の一面にすぎない。極貧と過労によって彼はほとんど常に何らかの病を抱え、このような状況では執筆などできないと何度も弱音を漏らし、その度にエンゲルスに励まされた。また、孫への溺愛ぶりは闘士マルクスのイメージからおおよそかけ離れたものであった。しかし、そのどれもがマルクスであり、これまで様々に解釈されてきたこの「巨大な天才的な人物」(エンゲルス)をこれまでとは異なる、ひとつの「アナザー・マルクス」として著者はまとめあげる。
こうした綜合性の一方で、本書の各章における掘り下げの甘さには批判が向けられるかもしれない。しかし、おそらく著者にとってはこの批判は織り込み済みだろう。一読すれば本書が研究者だけではなく、幅広く一般読者をも想定して書かれていることがわかる。新自由主義的グローバリゼーションの進行とそれに連なる世界的な経済危機は、各国における労働者の状況を新たな局面へと導いた。労働者の苦しみと怒りを権威主義と排外主主義によって回収しようという流れさえあるこの時代に、幅広い読者に向けて綜合的なマルクス理解を促す本書はきわめて重要な一冊だ。そして、それはまた、理論と実践を行き来したマルクスの姿勢を著者自身が引き継ごうという意思表示にも見える。