Kritik Marx Terhadap Sosial Demokrasi (Bagian II)

Kritik Terhadap Sosialisme Borjuis Kecil
DALAM pemilihan umum bulan Januari 1877, Partai Buruh Sosialis Jerman (the Socialist Workers’ Party of Germany) memenangkan hampir setengah juta suara, meningkat di atas 9 persen.

Namun terlepas dari keberhasilan ini, keadaan partai terus mengganggu Marx. Menulis kepada seorang dokter Jerman Ferdinand Fleckles, ia menertawakan “pamflet pendek” berjudul The Quintessence of Socialism (1879) dari sosiolog Albert Schäffle sebagai “fantastis, benar-benar Swabian … gambaran dari sosialis milenium  masa depan sebagai … kerajaan datang dari borjuis kecil Anda yang nyaman”. Dalam konteks ini, ketika diminta oleh jurnalis Franz Wiede untuk mengambil peran penting dalam menulis ulasan baru, Marx berkomentar kepada Engels: “Tentu akan sangat menyenangkan jika sebuah majalah berkala sosialis yang benar-benar ilmiah muncul. Ini akan memberikan peluang bagi kritisisme dan kontra-kritisisme di mana poin-poin teoretis dapat kita diskusikan dan ketidaktahuan total para profesor dan dosen-dosen universitas menjadi terpapar luas, sehingga dengan demikian secara bersamaan mencerahkan pikiran masyarakat umum.” Namun, pada akhirnya, ia harus menerima bahwa kelemahan dari para kontributor ini akan menghalangi “persyaratan utama dalam semua kritsisme”: yaitu, “tanpa ampun/ruthlessness”. Marx juga memberi komentar tajam terhadap Zukunft (Masa Depan), mencemooh “upayanya untuk menggantikan frase-frase ideologis seperti ‘keadilan’, dll., dengan pengetahuan materialis (dan …) untuk menjajakan fantasi dari struktur masa depan masyarakat”.

Pada bulan Oktober, Marx mengeluh kepada Friedrich Adolph Sorge tentang “roh korup” yang menyebar di partai, “tidak begitu banyak di kalangan massa seperti di kalangan para pemimpin”. Perjanjian dengan kaum  Lassallean telah “menyebabkan kompromi lebih lanjut dengan para penentu lainnya”. Secara khusus, Marx tidak memiliki waktu untuk “segerombolan sarjana muda yang belum matang dan lulusan yang terlalu bijak yang ingin (ed) memberi sosialisme orientasi ‘lebih tinggi, idealis’”. Mereka pikir mereka bisa menggantikan “basis materialis” (yang “menyerukan dilakukannya studi serius dan objektif jika seseorang ingin beroperasi di atasnya”) dengan sebuah  “mitologi modern tentang dewi Keadilan, Kebebasan, Kesetaraan, dan Persaudaraan”.

Apa yang ada di balik kritik-kritik ini bukanlah perasaan cemburu atau persaingan. Marx menulis kepada jurnalis dan anggota parlemen Wilhelm Blos bahwa dia tidak “peduli akan popularitas”, mengingatkan dia “akan kebenciannya pada kultus pribadi, yang pada saat Internasional, ketika diganggu oleh banyak gerakan… untuk memberikan (kepadanya) kehormatan publik, (dia) tidak pernah mengizinkan siapapun dari mereka untuk memasuki domain publisitas”, atau “tidak pernah membalas (kepada) mereka, kecuali sesekali gertakan”. Sikap ini telah menopangnya sejak ia berkomitmen pada politik di masa mudanya, sehingga ketika Liga Komunis lahir pada 1847, ia dan Engels bersedia bergabung “hanya dengan syarat bahwa segala sesuatu yang kondusif bagi muncul dan berkembangnya kepercayaan takhayul terhadap otoritas dihilangkan dari Aturan-aturan”. Satu-satunya kekhawatirannya adalah, dan terus terjadi, bahwa organisasi buruh yang baru lahir ini seharusnya tidak mengaburkan sifat anti-kapitalisme mereka dan – dengan perilaku gerakan buruh Inggris – mengadopsi garis moderat, pro-borjuis.

II. Masalah Kekerasan
Pada akhir 1870-an, terjadi sebuah peristiwa besar yakni percobaan pembunuhan terhadap Kaisar Wilhelm I oleh seorang anarkis bernama Karl Nobiling pada Juni 1878. Reaksi Marx kemudian dicatat oleh Maksim Kovalevsky: “Saya kebetulan berada di perpustakaan Marx ketika ia mendapat berita percobaan pembunuhan yang gagal itu …. Reaksi (nya) adalah mengutuk aksi teroris tersebut, menjelaskan bahwa hanya ada satu hal yang dapat diharapkan dari upaya (pembunuhan) itu yakni mempercepat persekusi baru terhadap kaum sosialis.” Itulah yang terjadi kemudian, ketika Otto von Bismarck menjadikan aksi percobaan pembunuhan itu sebagai dalih  untuk memperkenalkan Undang-undang Anti-Sosialis (the Anti-Socialist Laws) dan memaksa Reichstag (Parlemen Jerman) untuk mengadopsinya pada bulan Oktober. Marx berkomentar kepada Engels: “Pelarangan, sejak dahulu kala, menjadi sarana yang sempurna untuk membuat gerakan anti-pemerintah ‘ilegal’ dan melindungi pemerintah dari hukum – ‘memiliki kewenangan hukum untuk membunuh kita’.”

Debat di parlemen terjadi di pertengahan September, dan Wilhelm  Bracke mengirim Marx catatan stenografi dari sesi Reichstag dan salinan rancangan undang-undang. Marx berencana untuk menulis artikel kritis untuk pers Inggris dan mulai mengumpulkan petikan-petikan dan catatan-catatam untuk tujuan itu. Dalam beberapa halaman, ia menjabarkan perbedaan antara massa Partai Pekerja Sosialis Jerman dan kaum anarkis: yang pertama merupakan “gerakan historis sejati dari kelas pekerja; yang lain … sebuah hantu pemuda buntu yang berniat membuat sejarah, (yang) hanya menunjukkan bagaimana ide-ide sosialisme Prancis dikarikaturasikan kepada orang-orang kelas atas yang turun kelas.” Dalam membantah argumen menteri dalam negeri Prusia, Agustus Eulenburg, bahwa tujuan para pekerja adalah membuat kekerasan, Marx dia menyatakan posisinya dengan sangat jelas:

Tujuannya adalah untuk pembebasan kelas pekerja dan revolusi (transformasi) masyarakat adalah implisit di dalamnya. Perkembangan historis dapat tetap “damai” hanya selama kemajuannya tidak dihalangi secara paksa oleh mereka yang menggunakan kekuatan sosial pada saat itu. Jika di Inggris, misalnya, atau Amerika Serikat, kelas pekerja akan mendapatkan posisi mayoritas di Parlemen atau Kongres, mereka dapat, dengan cara yang sah, melepaskan dirinya dari jeratan hukum dan lembaga yang menghambat perkembangan mereka. (…) Namun, gerakan “damai” mungkin ditransformasikan menjadi gerakan “paksa” karena adanya perlawanan dari pihak yang berkepentingan untuk memulihkan keadaan sebelumnya; jika (seperti dalam kasus Perang Sipil Amerika dan Revolusi Perancis) mereka dijatuhkan dengan paksa, sebab itu adalah pemberontakan melawan kekuatan “yang sah secara hukum”.
Bagi Marx, kemudian, pemerintah “akan berusaha menekan dengan paksa suatu perkembangan yang tidak disukainya tetapi tidak dapat menyerang secara sah”. Itu, tentu saja, adalah “awal dari revolusi kekerasan” – “sebuah cerita lama yang masih tetap benar selamanya”, tambahnya, mengutip Heinrich Heine (1797-1856).

Dalam sepucuk surat kepada Sorge dari September 1879, Marx menggambarkan kecenderungan-kecenderungan baru yang muncul dalam partai Jerman. Dia menekankan bahwa orang-orang seperti penerbit Karl Höchberg, “seseorang yang bukan apa-apa dalam soal teori dan tidak tahu-menahu soal praktik”, senantiasa “berusaha untuk mencabut gigi sosialisme (yang telah mereka lakukan berulang-kali sesuai dengan formula akademik) dan Partai khususnya”. Tujuan mereka adalah “untuk mencerahkan para pekerja, … untuk memberi mereka, dari pengetahuan mereka yang membingungkan dan dangkal, dengan unsur-unsur edukatif” dan, di atas semua itu, “untuk membuat partai menjadi ‘terhormat’ di mata orang-orang kebanyakan (philistines)”. Mereka ini, Marx menyimpulkan, “hanyalah pembual (windbags) kontra revolusioner yang buruk”. Dengan humor yang halus, ia mengatakan bahwa Bismarck telah “melakukan banyak hal baik yang bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk kita”, dengan memaksakan keheningan selektif di Jerman dan memungkinkan  para pembual semacam itu “kesempatan untuk membuat diri mereka didengar dengan jelas”.

III. Perjuangan Kelas vs  Sosialisme Asal Bunyi
Dalam sebuah laporan polisi Prancis dari London, seorang agen mengklaim bahwa, “setelah kematian Lassalle, Marx (telah menjadi) pemimpin revolusioner Jerman yang diakui. Jika para wakil sosialis di Jerman adalah pemimpin-pemimpin resmi, komandan divisi, Marx adalah kepala staf umum. Dia menyusun rencana pertempuran dan mengawasi apa dilakukan anak buahnya.” Kenyataannya, kritisisme Marx terhadap partai sering tidak dihiraukan, dan dari studinya di London ia mengamati “kedalaman ” dalam mana “para wakil di parlemen” telah “telah terbawa arus parlementarisme ”.

Fokus polemik lainnya adalah pertanyaan tentang siapa yang harus mengedit jurnal baru Partai Buruh Sosialis Jerman, Der Sozialdemokrat (Sosial Demokrat), terbitan yang dimulai di Zurich pada September 1879. Marx dan Engels, tidak setuju dengan sikap yang diusulkan di atas kertas, merasa berkewajiban untuk mengirim surat lain (dirancang oleh Engels) ke August Bebel, Karl Liebknecht dan Bracke. Dalam “Surat Edaran/Circular Letter” (1879), sebagaimana diketahui, mereka mengecam konsensus yang berkembang di partai yang mendukung posisi Karl Höchberg, yang merupakan penyandang dana utama dari jurnal tersebut. Höchberg belum lama berselang menerbitkan sebuah artikel di Jahrbuch für Sozialwissenschaft und Sozialpolitik (Catatan untuk Ilmu Sosial dan Kebijakan Sosial), sebuah jurnal reformis di bawah arahannya, di mana ia menyerukan agar kembali ke semangat Lassallean. Dalam pandangannya, kaum Lassallean telah melahirkan sebuah gerakan politik terbuka “tidak hanya (untuk) para pekerja tetapi semua demokrat yang jujur, di dalam gerbong yang (seharusnya) membawa perwakilan independen dari ilmu pengetahuan dan semua orang yang terinspirasi oleh cinta sejati terhadap umat manusia”.

Bagi Marx, semua ini adalah pandangan yang ia tolak dengan tegas sejak tahun-tahun awalnya dan yang termaktub dalam Manifesto Partai Komunis (1848). “Surat Edaran” menggarisbawahi bahaya salah satu pernyataan Höchberg: “Singkatnya, kelas pekerja tidak mampu membebaskan dirinya dengan usahanya sendiri. Untuk melakukannya, ia harus menempatkan dirinya di bawah arahan borjuis ‘terdidik dan bermilik’ yang secara sendirian memiliki ‘waktu dan kesempatan’ untuk menjadi paling mengerti tentang apa yang terbaik bagi para pekerja.” Dalam pandangan “perwakilan dari borjuis kecil” ini, kaum borjuis “tidak untuk diperangi –  sangat tidak – tetapi dimenangkan melalui propaganda sehebat-hebatnya”.

Bahkan keputusan untuk membela Komune Paris diduga untuk “menghalangi orang-orang yang cenderung ke arah” gerakan buruh. Sebagai kesimpulan, Engels dan Marx mencatat dengan khawatir bahwa tujuan Höchberg adalah untuk membuat “penggulingan tatanan kapitalis … menjadi mustahil” dan “sama sekali tidak relevan bagi praktik politik saat ini”. Oleh karena itu, seseorang dapat “berdamai, berkompromi, bersedekah dengan sepenuh hatinya. Hal yang sama juga berlaku pada perjuangan kelas antara proletariat dan borjuis.” Ketidaksetujuan itu tak bisa dikompromikan.

Oposisi Marx yang gigih terhadap apa yang disebutnya “kaum sosialis asal bunyi yang urakan” mirip dengan pandangannya tentang mereka yang membatasi diri pada retorika kosong, namun bersembunyi di balik kosakata yang radikal. Menyusul peluncuran jurnal Freiheit (Freedom), ia menjelaskan kepada Sorge bahwa ia telah mencela editornya bukan karena “terlalu revolusioner” tetapi karena “tidak memiliki konten revolusioner” dan “hanya menikmati jargon revolusioner”. Dalam pandangan Marx, kedua posisi ini, meskipun berasal dari kecenderungan politik yang sangat berbeda, tidak membahayakan sistem yang ada (kapitalisme) dan pada akhirnya membuat kelangsungan hidup sistem tersebut menjadi mungkin.

Published in:

IndoProgress

Pub Info:

8 April, 2019

Available in: