Merayakan Marx Tua: Wawancara Marcello Musto (Bagian II)

TAHUN-TAHUN terakhir kehidupan Karl Marx seringkali diabaikan karena dianggap sebagai periode kemunduran fisik dan intelektual. Namun sejatinya, pemikiran Marx tetaplah hidup hingga akhir hayat karena tanggapan-tanggapannya atas berbagai persoalan politik masih relevan bagi kita hingga hari ini.

Pemikiran Marx tua adalah tema dari karya Marcello Musto yang baru terbit, The Last Years of Karl Marx. Di dalam buku itu, Musto dengan handal merajut detail biografis yang kaya pembacaan seksama atas tulisan-tulisan Marx tua yang seringkali diliputi nada keraguan. Editor Jacobin, Nicolas Allen, bercakap-cakap dengan Musto mengenai kompleksitas studi atas tahun-tahun terakhir kehidupan Marx, tentang mengapa keraguan-keraguan Marx tua lebih bermanfaat bagi kita hari ini alih-alih klaim-klaim penuh keyakinan yang ia buat semasa muda. Perbincangan ini adalah bagian pamungkas dari dua wawancara. Bagian pertama dapat dilihat di sini.

 

SALAH satu bab yang sentral dalam The Last Years of Karl Marx membahas tentang hubungan Marx dengan Rusia. Seperti Anda tunjukkan, Marx terlibat dalam dialog yang sangat intens dengan beberapa kalangan kiri Rusia, khususnya seputar penerimaan mereka atas volume pertama Capital. Apakah yang menjadi poin-poin utama dalam perdebatan tersebut?

Selama bertahun-tahun, Marx menilai Rusia sebagai salah satu hambatan emansipasi kelas pekerja. Beberapa kali ia menekankan bahwa perkembangan ekonomi Rusia yang lambat dan rezim politiknya yang despotik menjadikan kekuasaan tsar benteng terdepan kontra-revolusi. Namun dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, Marx mulai melihat Rusia secara berbeda. Ia menangkap beberapa kondisi yang memungkinkan terjadinya transformasi sosial yang besar setelah penghapusan perhambaan pada 1861. Rusia di mata Marx lebih mungkin melahirkan revolusi ketimbang Inggris. Di Inggris, kapitalisme telah melahirkan buruh pabrik dalam jumlah terbesar di dunia. Di sisi lain, gerakan buruh menikmati kondisi hidup yang lebih baik karena kecipratan hasil eksploitasi kolonial sehingga makin lemah dan terkena pengaruh buruk dari reformisme ala serikat buruh.

Dialog-dialog antara Marx dan kaum revolusioner Rusia berciri intelektual dan juga politis. Pada paruh pertama dekade 1870-an, ia mengakrabkan diri dengan literatur-literatur kritis utama tentang masyarakat Rusia dan menaruh perhatian khusus pada karya filsuf sosialis Nikolai Chernyshevsky (1828-1889). Ia percaya fenomena sosial yang telah mencapai tingkat perkembangan yang tinggi di negara-negara termaju dapat menyebar sangat cepat ke bangsa-bangsa lain dan membuat lonjakan dari tingkat yang lebih rendah menjadi lebih tinggi, melompati fase-fase perantara. Gagasan ini memberikan Marx bahan-bahan pemikiran untuk mempertimbangkan kembali konsepsi materialistiknya tentang sejarah.

Untuk sekian lama, Marx telah menyadari bahwa skema kemajuan linear yang melewati fase corak produksi Asiatik, kuno, feodal, dan borjuis modern, sebagaimana ia jabarkan dalam pengantar untuk A Contribution to the Critique of Political Economy (1859) sangat tidak memadai untuk memahami pergerakan sejarah. Ia paham pentingnya membersihkan diri dari filsafat sejarah. Ia tidak lagi memahami pergantian corak produksi dalam lintasan sejarah sebagai urutan yang pasti.

Marx juga berkesempatan untuk berdiskusi dengan kaum militan dari berbagai tendensi revolusioner di Rusia. Ia mengagumi karakter membumi dari aktivitas politik populisme Rusia – yang pada waktu itu merupakan gerakan sayap kiri anti-kapitalis – khususnya karena mereka tidak jatuh ke dalam sikap ultra-revolusioner yang tak masuk akal ataupun generalisasi-generalisasi yang kontra-produktif. Marx menilai relevansi organisasi-organisasi sosialis yang ada di Rusia dari karakter pragmatis mereka, bukan deklarasi kesetiaan pada teori-teorinya. Bahkan, ia mengamati bahwa seringkali mereka yang mengaku “Marxis” justru adalah pihak yang paling doktriner. Perjumpaannya dengan teori-teori dan aktivitas politik kaum populis Rusia – sama seperti pertemuannya dengan para pejuang Komune Paris satu dekade sebelumnya – mendorong Marx menjadi lebih fleksibel dalam menganalisis peristiwa-peristiwa revolusioner dan kekuatan-kekuatan subjektif pembentuknya. Ini mendekatkan Marx kepada internasionalisme sejati berskala global.

Tema sentral dialog dan pertukaran gagasan antara Marx dan banyak figur kiri Rusia adalah seputar isu kompleks tentang perkembangan kapitalisme, yang jelas mengandung implikasi-implikasi teoretik dan politis. Kerumitan diskusi ini juga terbukti dengan keputusan final Marx untuk tidak jadi mengirimkan suratnya yang berisi kritik atas kesalahan-kesalahan tafsir atas Capital ke jurnal Otechestvennye Zapiski, ataupun merespons “pertanyaan hidup-mati” Vera Zasulich (1849-1919) mengenai masa depan komune pedesaan (obshchina) hanya dengan surat pendek yang penuh kehati-hatian, bukan dengan tulisan panjang yang telah ia siapkan dengan penuh semangat lewat tiga naskah persiapan.


Korespondensi Marx dengan tokoh sosialis Rusia Vera Zasulich adalah topik yang banyak diminati hari ini. Marx menunjukkan komune pedesaan Rusia berpotensi untuk mengadopsi kemajuan-kemajuan terkini masyarakat kapitalis – teknologi, khususnya – tanpa harus melalui pergolakan sosial yang teramat destruktif bagi kaum petani Eropa Barat. Dapatkah Anda menjelaskan dengan lebih detail pemikiran yang mendasari kesimpulan-kesimpulan Marx?

Lewat kebetulan belaka, surat Zasulich tiba di tangan Marx persis ketika minatnya pada bentuk-bentuk masyarakat purba, membuatnya menaruh perhatian lebih seksama pada penemuan-penemuan terbaru para antropolog di masanya. Sebelumnya, minat ini makin dalam pada 1879 lewat studi atas karya sosiolog Maksim Kovalevsky (1851-1916). Teori dan praktik juga menuntunnya ke posisi tersebut. Mengikuti ide-ide yang digagas oleh antropolog Morgan, Marx menulis bahwa kapitalisme dapat digantikan dengan bentuk yang lebih maju dari cara produksi kolektif zaman kuno.

Pernyataan ambigu ini membutuhkan paling tidak dua klarifikasi. Pertama, berbekal apa yang ia pelajari dari Chernyshevsky, Marx berargumen bahwa Rusia tidak bisa mengulangi begitu saja setiap tahapan sejarah Inggris dan negara-negara Eropa Barat lainnya. Pada prinsipnya, transformasi sosialis obshchina dapat terjadi tanpa harus melalui kapitalisme. Namun ini bukan berarti bahwa Marx mengubah pandangan kritisnya tentang komune pedesaan di Rusia, atau bahwa ia percaya bahwa negara-negara yang kapitalismenya masih kurang berkembang sejatinya lebih dekat pada revolusi daripada negara-negara dengan perkembangan kapasitas produktif yang lebih maju. Ia tak sekonyong-koyong meyakini bahwa komune-komune tua di pedesaan merupakan tempat yang lebih mendukung emansipasi individu daripada relasi sosial yang berada di bawah kapitalisme. Kedua, analisisnya mengenai kemungkinan transformasi progresif obshchina tidak dimaksudkan untuk diangkat ke model yang lebih umum. Ini merupakan analisis spesifik atas corak produksi kolektif tertentu pada momen historis tertentu. Dengan kata lain, Marx menunjukkan fleksibilitas teoretik dan kelenturan skema yang gagal diperlihatkan banyak pemikir Marxis setelahnya. Pada akhir hidupnya, Marx menunjukkan keterbukaan teoretik yang lebih luas lagi, yang memungkinkannya mempertimbangkan jalur-jalur alternatif menuju sosialisme yang sebelumnya tidak ia pikirkan secara serius atau yang dianggapnya tidak mungkin berhasil.

Keraguan Marx berubah menjadi keyakinan bahwa kapitalisme merupakan tahap yang tak terelakkan bagi perkembangan ekonomi di setiap negara dan kondisi sejarah. Minat baru ini—yang muncul hari ini terhadap pertimbangan-pertimbangan yang Marx tidak pernah kirimkan kepada Zasulich dan dalam ide-ide serupa yang terekspresikan dengan lebih jelas dalam tahun-tahun terakhir hidup Marx—dimotori oleh konsepsi mengenai masyarakat pasca-kapitalis yang amat jauh dari pemahaman tentang sosialisme berkekuatan produksi—konsepsi yang mengandung nada nasionalis dan simpati pada kolonialisme, yang memengaruhi Internasional Kedua dan partai-partai sosial-demokratik. Ide-ide Marx juga sangat berbeda dengan “metode ilmiah” tentang analisis sosial yang berkembang di Uni Soviet dan satelit-satelitnya.


Meskipun kondisi kesehatan Marx yang buruk sudah menjadi pengetahuan umum, tetap menyakitkan rasanya waktu membaca bab terakhir The Last Years of Karl Marx di mana Anda menceritakan kondisinya yang memburuk. Biografi-biografi intelektual tentang Marx perlu menghubungkan kehidupan dan aktivitas politiknya dengan pemikirannya; namun bagaimana dengan periode belakangan ketika Marx makin tidak aktif karena kondisinya melemah? Bagaimana Anda mendekati periode tersebut sebagai seseorang yang menulis biografi intelektual?

Salah satu pakar Marx terbaik dari yang pernah ada, Maximilien Rubel (1905-1996), pengarang buku Karl Marx: essai de biographie intellectuelle (1957), berargumen bahwa untuk bisa menulis tentang Marx, seseorang harus sedikit menjadi filsuf, sejarawan, ekonom, dan sosiolog pada saat yang sama. Saya mau menambahkan bahwa dengan menulis biografi Marx, seseorang belajar banyak tentang ilmu kedokteran juga. Sepanjang kehidupan dewasanya, Marx berurusan dengan sejumlah masalah kesehatan. Yang paling lama adalah infeksi di kulit yang menemaninya selama penulisan Capital dan termanifestasi dalam nanah dan bisul pada berbagai bagian tubuhnya. Karena alasan inilah, ketika Marx menyelesaikan magnum opus-nya, ia menulis: “Saya harap kaum borjuasi akan mengingat bisul-bisulku hingga akhir hayat mereka!”

Dua tahun terakhir kehidupannya terbilang sulit. Marx amat berduka karena kehilangan istri dan putri sulungnya. Ia juga mengalami radang tenggorokan kronis yang seringkali berkembang menjadi radang paru-paru. Ia berusaha—dan berakhir dengan kesia-siaan—menemukan tempat dengan iklim cocok agar kondisinya membaik. Ia bahkan menjelajahi Inggris seorang sendiri, ke Prancis, dan bahkan ke Aljazair, di mana ia memulai satu periode panjang pengobatan. Aspek paling menarik dari bagian biografi Marx ini adalah kebijaksanaannya, selalu diikuti dengan ironi, yang ia demonstrasikan sewaktu menghadapi kerapuhan tubuhnya. Surat-surat yang ia tuliskan pada putri-putrinya dan kepada Engels, ketika ia merasa bahwa ia telah mencapai ujung jalan kehidupan, menunjukkan sisi intimnya. Surat-surat ini menunjukkan nilai penting apa yang ia sebut sebagai “dunia mikroskopik”, yang dimulai dengan perhatian mendalam Marx terhadap cucu-cucunya. Dunia mikroskopik ini juga menunjukkan seseorang yang telah lama dan intens mengarungi kehidupan dan kini mengevaluasi segala aspeknya.

Para penulis biografi harus memperhitungkan penderitaan-penderitaan Marx di ranah privat, khususnya ketika perihal ini relevan untuk memahami lebih baik lagi kesulitan-kesulitan di balik penulisan buku, atau alasan-alasan mengapa suatu naskah tidak selesai. Namun, para penulis juga harus tahu pada titik mana mereka harus berhenti dan mengabaikan pandangan yang secara khusus tertuju pada urusan-urusan pribadi Marx.


Ada begitu banyak isi pemikiran Marx yang termuat dalam surat-surat dan naskah-naskah yang tak selesai. Haruskah kita memberikan status yang sama pada tulisan-tulisan ini dengan tulisan-tulisan lain Marx yang lebih mapan? Ketika Anda berargumen bahwa tulisan Marx “secara esensial belum tuntas”, apakah Anda punya bayangan seperti ini?

Capital tetaplah tidak tuntas karena kemiskinan yang menggerogoti Marx selama dua dekade kehidupannya dan karena kondisi kesehatannya yang buruk terkait kecemasan sehari-hari. Jelas bahwa tugas yang ia bebankan pada dirinya sendiri – memahami corak produksi kapitalis dalam keadaan idealnya dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan umum perkembangannya – luar biasa sulit untuk dicapai. Namun Capital bukanlah satu-satunya proyek yang tidak tuntas. Kritik tanpa ampun yang Marx terapkan pada dirinya sendiri menambahkan kesulita, dan lamanya waktu yang ia habiskan untuk banyak proyek yang hendak ia terbitkan disebabkan oleh ketelitian ekstrem yang ia terapkan pada seluruh pemikirannya.

Ketika Marx masih muda, ia dikenal di antara teman-teman kampusnya karena kecermatannya. Ada kisah-kisah yang menggambarkannya sebagai sosok yang menolak untuk menuliskan sebuah kalimat jika ia tidak mampu membuktikannya dengan sepuluh cara yang berbeda. Inilah alasan mengapa intelektual muda yang sebenarnya paling produktif di kalangan Hegelian Kiri ini menerbitkan lebih sedikit karya dibandingkan banyak anggota lainnya. Keyakinan Marx bahwa informasi yang dimilikinya masih belum cukup, dan penilaiannya belum masak, menghalanginya untuk menerbitkan tulisan-tulisan yang berakhir sebagai catatan garis besar atau fragmen-fragmen. Namun ini juga menjadi alasan mengapa catatan-catatannya sangatlah bermanfaat dan patut dipertimbangkan sebagai bagian integral dari karya lengkapnya. Hasil jerih lelahnya ini memiliki banyak dampak teoretik yang luar biasa di kemudian hari.

Ini bukan berarti bahwa tulisan-tulisannya yang belum kelar tersebut memiliki bobot yang sama dengan yang telah diterbitkan. Saya akan membedakan lima tipe tulisannya: karya yang telah terbit, naskah-naskah persiapan, artikel-artikel jurnalistik, surat-surat, dan buku-buku catatan. Namun ada pembedaan juga yang harus diterapkan pada kategori-kategori ini. Beberapa tulisan Marx yang diterbitkan tidak boleh dianggap sebagai representasi pandangan finalnya mengenai isu yang dibahas. Misalnya, Manifesto of the Communist Party dianggap Engels dan Marx sebagai dokumen sejarah dari masa muda mereka, dan bukan sebagai naskah definitif yang memuat konsepsi-konsepsi politik utama mereka. Perlu diingat juga bahwa tulisan-tulisan propaganda politik dan saintifik seringkali tidak dapat digabungkan. Sayangnya, kesalahan-kesalahan semacam ini sangat sering muncul dalam literatur sekunder tentang Marx. Belum lagi absennya dimensi kronologis dalam banyak upaya merekonstruksi pemikirannya. Tulisan-tulisan dari 1840an tidak dapat dikutip begitu saja bersama dengan tulisan-tulisan dari 1860an dan 1870an, karena mereka tidak mengandung bobot pengetahuan ilmiah dan pengalaman politik yang sama. Beberapa naskah ditulis oleh Marx hanya untuk dirinya sendiri, sementara naskah-naskah lain adalah materi-materi persiapan untuk buku-buku yang hendak diterbitkan. Beberapa di antaranya direvisi dan diperbarui oleh Marx, sementara yang lainnya ditinggal begitu saja (dalam kategori ini ada jilid III Capital). Beberapa artikel jurnalistik mengandung pertimbangan-pertimbangan yang dapat dianggap sebagai karya final Marx. Namun beberapa yang lainnya ditulis secara tergesa-gesa demi mendapatkan uang untuk membayar sewa tempat tinggal. Beberapa surat mencakup pandangan-pandangan otentik Marx mengenai isu-isu yang didiskusikan. Beberapa yang lainnya hanya mengandung versi yang diperhalus, karena ditujukan pada orang-orang di luar lingkaran pergaulannya, sehingga penting untuk mengekspresikan pandangannya secara diplomatis. Karena semua alasan ini, menjadi jelas bahwa pemahaman yang baik mengenai kehidupan Marx amatlah krusial dalam upaya untuk memahami gagasan-gagasannya secara tepat. Akhirnya, ada lebih dari 200 buku catatan yang mengandung rangkuman-rangkuman (dan kadang-kadang komentar) dari buku-buku terpenting yang dibaca Marx sepanjang 1838 hingga 1882. Buku-buku catatan ini penting untuk memahami asal-usul kelahiran teorinya dan unsur-unsur yang tidak mampu atau belum sempat ia kembangkan.

Ide-ide yang dipikirkan oleh Marx dalam tahun-tahun terakhir kehidupannya ini terutama termuat dalam buku-buku catatan ini. Buku-buku catatan tersebut memang sulit sekali untuk dibaca, namun mereka memberikan kepada kita akses pada harta karun yang amat berharga: bukan hanya penelitian yang Marx tuntaskan sebelum kematiannya, namun juga pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan pada dirinya sendiri. Beberapa keraguannya mungkin malah lebih bermanfaat bagi kita hari ini daripada keyakinannya.

 

Published in:

IndoProgress

Pub date:

3 September 2021

Pub Info:

Interview by Nicolas Allen

Available in: